BThemes

Pages

Sabtu, 15 Maret 2014

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

PPOK merupakan salah satu gangguan pernapasan yang akan semakin sering dijumpai di masa mendatang di Indonesia, mengingat makin bertambahnya rerata umur orang Indonesia, bertambahnya jumlah perokok dan bertambahnya polusi udara.




DEFINISI
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri atas bronkitis kronis dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronis adalah kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut-turut, tidak disebabkan penyakit lainnya. Emfisema adalah kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.

FAKTOR RISIKO
Kebiasaan merokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting dari penyebab lainnya. Penyebab lain adalah riwayat terpajan polusi udara (lingkungan dan tempat kerja), hipereaktiviti bronkus, riwayat infeksi saluran napas bawah berulang, defisiensi alfa-1 anti tripsin, jenis kelamin laki-laki dan ras (kulit putih lebih berisiko).

PATOGENESIS
Pada bronkitis kronis terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan dan distorsi akibat fibrosis. Pada emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal disertai kerusakan dinding alveoli. Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas.

DIAGNOSIS
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga gejala berat. Diagnosis PPOK ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan yang terarah dan sistematis meliputi gambaran klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisis) dan pemeriksaan penunjang baik yang bersifat rutin maupun pemeriksaan khusus.

Anamnesis

  • ·       Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
  • ·       Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
  • ·       Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
  • ·       Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misalnya berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
  • ·       Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
  • ·       Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi


Pemeriksaan fisis
Pemeriksaan fisis pasien PPOK dini umumnya tidak ditemukan kelainan. Pada inspeksi didapatkan:

  • ·  Purse-lips breathing, yaitu sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik  
  • ·       Barrel chest (diameter toraks anteroposterior sebanding dengan diameter transversal)
  • ·       Penggunaan otot bantu napas
  • ·       Hipertrofi otot bantu napas
  • ·       Pelebaran sela iga
  • ·       Terlihat denyut vena jugularis dan edema tungkai (bila telah terjadi gagal jantung)


Pada emfisema pemeriksaan palpasi didapatkan sela iga melebar dan fremitus melemah; pemeriksaan perkusi terdengar hipersonor, batas jantung mengecil, letak diafragma rendah dan hepar terdorong ke bawah

Pemeriksaan auskultasi didapatkan:

  • ·       suara napas vesikuler normal atau melemah
  • ·       terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
  • ·       ekspirasi memanjang
  • ·       bunyi jantung terdengar jauh.


Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan yang rutin dikerjakan untuk menegakkan diagnosis PPOK adalah uji faal paru sedang pemeriksaan darah rutin (Hb, Ht, Leukosit) dan foto toraks untuk menyingkirkan penyakit paru lain. Pemeriksaan spirometri dilakukan untuk memeriksa VEP1, KVP dan VEP1/KVP. VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Disebut obstruksi apabila %VEP1 (VEP1/VEP1 prediksi) <80% atau VEP1% (VEP1/KVP) < 75%. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, bisa dilakukan pemeriksaan APE (arus puncak ekspirasi), dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore tidak melebihi 20%.

DIAGNOSIS BANDING
1.   Asma
2.   SOPT (sindroma obstruksi pascatuberkulosis)
3.   Pneumotoraks
4.   Gagal jantung
5.   Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lainnya misalnya bronkiektasis, destroyed lung dll.

Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering ditemukan di Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan karena terapi dan prognosisnya berbeda.




Asma
PPOK
Timbul pada usia muda
++
-
Sakit mendadak
++
-
Riwayat merokok
+/-
+++
Riwayat atopi
++
+
Sesak dan mengi berulang
+++
+
Batuk kronik berdahak
+
++
Hipereaktiviti bronkus
+++
+
Reversibiliti obstruksi
++
-
Variabiliti harian
++
+
Eosinofili sputum
+
-
Neutrofil sputum
-
+
Makrofag sputum
+
-


PENATALAKSANAAN
PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga penatalaksanaan PPOK terbagi atas penatalaksanaan pada keadaan stabil dan penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.Tujuan umum penatalaksanaan PPOK adalah untuk mengurangi gejala, mencegah eksaserbasi berulang, memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru serta meningkatkan kualiti hidup penderita. Penatalaksanaan meliputi edukasi, obat-obatan, terapi oksigen, ventilasi mekanik, nutrisi dan rehabilitasi.

Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Tujuan edukasi adalah supaya pasien PPOK mengenal perjalanan penyakit, melaksanakan pengobatan yang maksimal, mencapai aktiviti optimal dan meningkatkan kualiti hidup.

Obat-obatan

  • ·     Bronkodilator diberikan secara tunggal atau kombinasi sesuai dengan klasifikasi derajad beratnya penyakit. Diutamakan bentuk obat inhalasi, nebulisasi tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang (long acting)
  • ·   Ekspektoran dan mukolitik. Air minum adalah ekspektoran yang baik, pemberian cairan yang cukup akan mengencerkan sekret. Obat ekspektoran dan mukolitik dapat diberikan terutama pada saat eksaserbasi. Antihistamin secara umum tidak diberikan karena dapat menimbulkan kekeringan saluran napas sehingga sekret sukar dkeluarkan
  • ·       Antibiotik diberikan bila ada infeksi sehingga dapat mengurangi keadaan eksaserbasi akut.
  • ·    Antioksidan dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kialiti hidup, digunakan N-asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai terapi rutin.
  • ·       Kortikosteroid pemberiannya masih kontroversial, hanya bermanfaat pada serangan akut.
  • ·       Antitusif diberikan dengan hati-hati.


Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ lainnya. Terapi oksigen bermanfaat untuk mengurangi sesak napas, hipertensi pulmoner, vasokonstriksi pembuliuh darah paru, hematokrit dan memperbaiki kualiti dan fungsi neuropsikologik.

Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan gagal napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan intubasi maupun tanpa intubasi.

Ventilasi mekanik tanpa intubasi  digunakan pada PPOK dengan gagal napas kronik dan dapat digunakan selama di rumah. Bentuk ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah NIPPV (noninvasive intermitten positive pressure) atau NPV (negative pressure ventilation). NIPPV bila digunakan dengan terapi oksigen terus menerus (LTOT/long term oxygen therapy) akan memberikan perbaikan bermakna pada AGD, kualitas dan kuantitas tidur serta kualiti hidup. NIPPV dapat diberikan dengan tipe ventilasi volume control, pressure control dan BiPAP (bilevel positive airway pressure) dan CPAP (continuous positive airway pressure).

Ventilasi mekanik dengan intubasi. Pasien PPOK dipertimbangkan untuk menggunakan ventilasi mekanik di rumah sakit bila ditemukan keadaan sebagai berikut:

  • -     Gagal napas yang pertama kali
  • -     Perburukan yang belum lama terjadi dengan penyebab yang jelas dan dapat diperbaiki (misalnya pneumonia)


  • -     Aktivitas sebelumnya tidak terbatas.
  • Ventilasi mekanik sebaiknya tidak dilakukan pada pasien PPOK dengan kondisi sebagai berikut:
  • -     PPOK derajat berat yang telah mendapat terapi maksimal sebelumnya
  • -     Terdapat ko-morbid yang berat, misalnya edema paru, keganasan
  • -     Aktiviti sebelumnya terbatas meskipun terapi sudah maksimal


Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah. Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresif tidak akan mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat. Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat. Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi semenit oxigen comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan. Diperlukan keseimbangan antara kalori yang masuk dengan kalori yang dibutuhkan. Dianjurkan pemberian nutrisi dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang lebih sering, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan pipa nasogaster.

Rehabilitasi

  • ·       Fisioterapi bertujuan memobilisasi sputum dan membuat pernapasan lebih efektif serta mengembalikan kemampuan fisik penderita ke tingkat optimal.
  • ·       Rehabilitasi psikis. Penderita PPOK sering merasa tertekan dan cemas sehingga perlu pendekatan psikis untuk mengurangi perasaan tersebut.
  • ·       Rehabilitasi pekerjaan,. Menganjurkan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya.


KOMPLIKASI PPOK

  • ·       Korpulmonale
  • ·       Pneumotoraks spontan sekunder
  • ·       Infeksi paru
  • ·       Gagal napas.


2 komentar: